Islam adalah agama universal yang menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakuiadanya pluralisme agama. Pluralisme agama menurut islam adalah sebuah aturan tuhan (sunatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau diingkari. Ungakpan ini bahwa islam sangat menghargai pluralisme karena islam adalah agama yang dengan tegas mengakui hak-hak penganut gama lain untuk hidup bersama dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan.
Kosep Dasar Pluralisme Beragama
Kata “Pluralisme agama” berasal dari dua kata, yaitu “pluralisme” dan “agama” dalam bahasa arab diterjemahkan dengan “al-ta’ddudiyah” dalam dalam bahasa inggris “religius pluralism”. Dalam bahasa belanda merupakan gabungan dari kata plural dan isme. Kata “plural” diartikan dengan menunjukan lebih dari satu. Sedangkan isme diartikan sesuatu yang berhubungan dengan paham atau aliran. Dalam bahasa inggris disebut pluralism yang berasal dari kata “plural” yang berarti lebih dari satu atau banyak. Dalam kamus The Contemporary English-Indonesia Dictionary kata, “plural” diartikan dengan lebih dari satu atau jamak dan berkenaan dengan keanekaragaman. Jadi plralisme adalah paham atau sikap terhadap keadaan majemuk, baik dalam konteks sosial, buadaya, politik, maupun, agama. Sedangkan kata agama dalam “agama” dalam agama islam diistilahkan dengan “din” secara bahasa berarti tunduk, patuh, taat, jalan. Pltalisme agama adalah kondisi hidup bersama antar penganut agama yang berbeda-beda dalam satu komonitas dengan tetap memepertahankan ciri-ciri spesifik ajaran masing-masing agama.
Dengan demikian yang dimaksung dengan “pluralisme agama” adalah terdapat lebih dari satu agama (samawi dan ardhi) yang mempunyai eksistensi hidup berdampingan, saling bekerja sama dan saling berinteraksi antara satu penganut agama atau dengan penganut agama lainnya, atau dalam pengertian yang lain, setiap penganut agama dituntut bukan saja pengakuan keberadaan dan menghormati hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan, guna tercapainya kerukunan dan keragaman. Dalam prepektif sosiologi agama, secara terminologi pluralisme agama dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan rahmat tuhan kepada manusia.
Untuk mendukung konsep pluralisme, diperlukan adanya toleransi antara sesama umat beragama. Ada dua macam penafsiran tentang tolerasi yaitu penafsiran positif dan penafsiran negatif yaitu :
- Menyatakan bahwa toleransi itu hanya mensyratkan cukup dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain.
- Menyatakan bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekedar itu. Ia membutuhkan adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang/kelompok lain. Artinya toleransi itu tidak cukup hanya dalam pemahaman saja, tapi harus diaflikasikan dengan tindakan dan perbuatan dalam kehidupan nyata. Hidup dalam pluralisme agama suka tidak suka relitas pluralistik memang menjadi wahana dan wacana bagi kehidupan beragama.
Didalam agama islam konsep dasar pluralisme sudah ada sejak dari awal agama itu disyariatkan oleh oleh allah swt. Di permukaan bumi yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. Maka oleh karena itu apabila umat islam ingin memahami makna pluralisme sesuai dengan konsep islam, maka jawabannya yang tepat kembali kepada al-qur’an.
Kontraversi Pluralisme Agama
1. Pro Pluralisme
Para cendekiawan muslim indonesia telah terlibat dalam sejumlah diskusi tentang islam dan pluralisme. Bertolak dari pandangan bahwa islam merupakan agama kemanusiaan (firah), yang berarti cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusiaan universal, nurcholis madjid berpendapat bahwa cita-cita keislaman sejalan dengan cita-cita manusia indonesia pada umumnya. Ini adalah salah satu pokok ajaran islam. Oleh karena itu sistem politik yang sebaiknya diterapkan diindonesia adalah sistem yang tidak hanya baik untuk umat islam, tetapi juga membawa kebaikan untuk semua anggota masyarakat.
Dengan kata lain diperlukan sistem yang menguntungkan semua pihak, termasuk yang non-muslim. Hal di paparkan nucholis sejalan dengan watak inklusif islam indonesia. Menurutnya pandangan ini telah memperoleh dukungan dalam sejarah awal islam. Nurcholis menyadari bahwa masyarakat indonesia sangat pluralistik dari segi etni, adat-istiadat, dan agama. Dari segi agama, selain islam, realitas menunjukan bahwa hampir semua agama khususnya agama-agama besar dapat berkembang subur dan terwakili asprasinya diindonesia. Oleh sebab itu masalah toleransi atau hubungan antara agama menjadi sangat penting.
Fakta bahwa islam memperkuat toleransi dan memberikan aspirasi terhadap pluralisme sangat kohesif dengan nilai-nilai pancasila yang sejak semula mencerminkan tekad dari berbgai golongan dan agama untuk bertemu dalam titik kesamaan (comon platform) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia memiliki pengalaman sejarah yang panjang dalam pergumulan tentang keragaman, aliran politik dan keaagamaan, sejak zaman pra kemerdekaan sampai sesudahnya. . Nucholis melihat ideologi negara pancasila yang telah memberi kerangka dasar bagi masyarakat indonesia dalam masalah pluralism keagamaan.
Sementara itu juga Abdurrahman Wahid juga melihat hubungan antara islam dengan pluralisme dalam konteks manifestasi universalisme dalam kosmopolitanisme ajaran islam. Menurutnya, islam ajaran sempurna menampilkan universalisme adalah lima jaminan dasar yang diberikan islam kepada warga masyarakat, baik secara perorangan maupun kelompok. Kelima jaminan dasar itu adalah:
1. Keselamatan fisik bagi warga negara.
2. Keselamatan keyakinan agama masing-masing.
3. Keselamatan keluarga dan keturunan.
4. Keselamatan harta benda dan milik pribadi.
5. Keselamatan profesi.
Dalam konteks masyarakat indonesia yang pluralistik ini abdurrahman mengharapkan agar cita-cita untuk menjadikan islam dan umat islam sebagai “pemberi warna tunggal” bagi kehidupan masyarakat.ia juga menolak jika islam dijadikan “alternatif” terhadap kesadaran bangsa yang telah begitu kuat yang tertanam dalam kehidupan masyarakat islam sebaiknya menempatkan ciri sebagai faktor komplementer, dan bukan mendominasi kehidupan bangsa dan negara. Dengan demikian format perjuanggan islam pada akhirnya partisipasi penuh dalam upaya membentuk indonesia yang kuat, demokratis, dan penuh keadilan. Tujuan akhiranya adalah menfungsikan islam sebagai kekuatan integrative dalam kehidupan bebangsa.
2. Kontra Pluralisme
Berbeda dengan dua tokoh diatas, yang melihat pergumulan islam dengan pluralisme dalam perspektif subtansi ajaran islam. Kuntowijoyo lebih mengaitkannya dengan setting sosial budaya. Bagi kunto peradaban islam itu sendiri merupakan sistem terbuka, artinya peradaban islam menjadi subur ditengah pluralis budaya dan peradaban dunia. Meskipun demikian peradaban dan kebudayaan islam juga bersifat orsinil dan otentik, yang mempunyai ciri dan kepribadian tersendiri. Kunto berpendapat bahwa umat islam dapat menerima aspek-aspek politik dari ideologi atau paham apapun, tetapi pada saat yang sama, perlu didasari bahwa islam itu otentik memliki kepribadian yang utuh dan sistem tersendiri. Dalam konteks indonesia, kunto berpendapat bahwa umat islam tertama cendekiawannya, harus dapat memadukan kepentingan nasional dan kepentingan islam.
Kaitannya dalam kehidupan beragama diindonesia, kunto menawarkan dua persoalan untuk dicermati, yaitu solidaritas, ada dua tahap yang mentukan kemajuan dalam hubungan antar agama, yaitu dari kerukunan menuju kerja samakemajuan itu adalah dari inward looking (melihat kedalam) ke outward looking ( melihat keluar). Setelah adanya rangkaian kesalah pahaman diantara pemeluk-pemeluk agama diindonesiapada waktu menteri agama dijabat oleh mukti ali (1970). Istilah kerukunan antar umat beragama muali digulir. Sejak saat itu terjadi perdebatan mengenai makna dan praktek toleransi, apakah toleransi itu dikenakan kepada mayoritas atau minoritas.kesimpulan diatas kertas selalu terjadi kedua-duanya tetapi dilapangan kerukunan tidak pernah terjadi ketakutan akan kristenisasi didaerah islam dan islamisasi didaerah kristen saling menghantui kedua belah pihak,dan ini tidak menguntungkan bagi upaya menciptakan kerukunan. Pada tahun 1970-1990kerukunan tidak pernah terjadi praktek kehidupan masyarakat indonesia.
Hal ini menurut kunto karena masing agam melihat kedalam (inward looking). Solidaritas yang betul-betul terjadi pada tahun 1990-an, dengan tema baru bukan lagi dialog antar agama tetapi out ward looking yaitu memikirkan bersama bangsa ini. Itulah terjadi dalam forum-forum cendekiawan umat beragama. Pluralisme positif adalah kaidah bersama yang ditawarkan kunto dalam hubungan antar agama kaidah ini diperlukan agar tidak terjadi hubungan berdasarkan prasangka. Kaidahnya adalah bahwa selain agama sendiri ada agama lain yang harus dihormati (pluralisme), dan masing-masing agama harus tetap memegang teguh agamanya. Pluralisme menadi negatife apabila orang mengumpamakan agama seperti baju, yang dapat diganti semaunya. Pluralisme fositive lah dipraktekan rasul dimadinah, senada dengan kuntowiyo, alwi sihab menyatakan bahwa apabila konsep pluralisme agama hendak diterapkan diindonesia, Maka harus ada satu syarat yaitu komitmen yang kokoh terhadap agama masing-masing. Seorang pluralis dan berinteraksi dengan aneka ragam agama, tidak saja dituntut untuk membuka diri belajar, dan menghormati mitra dialognya, tetapi juga commited terhadap agama yang dianutnya. Hanya dengan sikap demikianlah dapa menghindari relativisme agama yang tidak sejalan dengan konsep Bhineka Tunggal Ika.
Kebatilan Pluralisme
Sebagai sebuah gagasan, pluralisme haram untuk diadopsi, disebarkan dan dipraktekkan. Hal ini karena antara lain:
- Ide tersebut lahir dari gagasan sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan.
- Pluralisme menganggap hakekat semua agama sama. Kebenaran seluruh agama juga dipandangdan relatif oleh karenannya pemeluk satu agama tidak boleh mengklaim agama-Nya paling benar. Padahal didalam islam telah dijelaskan secara qathi’y bahwa agama islam adalah satu-satunya agama yang benar (Q.S ali-imran [3]:163), sementara selainnya adalah agama yang batil dan menyakini kebenarannya adalah kekufuran (Q.S al-taubah [9]:30-31).
- Pluralisme pada faktanya telah dijadikan sebagai ‘alat’ untuk menghalangi terwujudnya pelaksanaan syariat islam secara total dalam sebuah negara.
0 komentar:
Post a Comment