Wednesday, December 16, 2015

DASAR-DASAR QUR’ANI DAN SEJARAH TIMBULNYA ILMU KALAM

Islam sebagai agama mempunyai metode yang unik dalam mengembangkan ideologinya, yakni dengan dakwah dan jihad, yang diemban oleh negara Islam yang bernama Al-Khalifah Al-Islamiyah, Al-qur’an mengajarkan metode dakwah.

A. Pengertian Ilmu Kalam

Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain : ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh Al-Akbar, dan teologi Islam, disebut ilmu ushuluddin karena ilmu ini membahas pokok-pokok agama, disebut ilmu tauhid karena ilmu ini membahas tentang keesaan Allah SWT. Di dalamnya dikaji pula tentang asma’ (nama-nama) dan af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil, jaiz, juga sifat yang wajib, mustahil, dan jaiz bagi Rasul-Nya. Ilmu tauhid sendiri sebenarnya membahas keeesaan Allah SWT.
Dan hal yang berkaitan dengannya secara objektif, ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi argumentasi ilmu kalam lebih di konsentrasikan pada penguasaan logika. Oleh sebab itu, sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dan ilmu tauhid.
Sementara itu Musthafa Abdul Raziq berkomentar : “ ilmu ini (ilmu kalam) yang berkaitan dengan akidah iman, sesungguhnya dibangun di taas argumentasi-argumentasi rasional atau ilmu yang berkaitan dengan akidah islami bertolak atas bantuan nalar.”
Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar. Menurut persepsinya, hukum islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama fiqh al-akbar, kedua fiqh al-asghar.
Sementara itu Al-Farabi mendifinisikan ilmu kalam yaitu : “ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat-sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah mati yang berlandaskan doktrin Islam.”
Ibnu Khaldun mendefinisikan ilmu kalam sebagai berikut : “adapun ilmu ini dinamakan ilmu kalam, di sebabkan :
1. Persoalan yang terpenting yang menjadi pembicraan pada abad-abad permulaan hijriah ialah apakah kalam Allah (l-qur’an) itu qadim atau hadits.
2. Dasar ilmu kalam adalah dalil-dalil fikiran yang pengaruh dalil fikiran ini tampak jelas dalam pembicaraan para mutakalimin, mereka jarang mempergunakan dalil naqli (Al-qur’an dan Hadits), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan terlebih dahulu berdasarkan dalil-dalil fikiran.
3. Dinamakan ilmu kalam karena pembicaraan tentang Tuhan dibahas dengan logika, maksudnya menggunakan dalil-dalil aqliyah ; dari permasalahan masalah sifat-sifat kalam bagi Allah.
Apabila memperhatikan definisi ilmu kalam diatas, yakni ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat, maka aliran ini cukup dimasukkan ke dalam aliran ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin atau fiqh al-akbar.

B. Sumber-sumber Ilmu Kalam

Sumber-sumber ilmu kalam adalah sebagai berikut :
1. Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan, diantaranya adalah :
a. Q.S Al-Ikhlas: 3-4
b. Q.S Asy-Syura: 7
c. Q.S Luqman: 22, dll.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan itu disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.

2. Hadis
Hadis Nabi SAW. Pun banyak yang membicarakan masala-masalah yang dibahas ilmu kalam. Diantaranya adalah hadis Nabi yang menjelaskan hakikat keimanan. Adapula beberapa hadis yang kemudian dipahami sebagian ulama sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya adalah :
“Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda: “Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan.”

“Hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda: “ akan menimpa umatku apa yang pernah menimpa Bani Israil. Bani Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka. Kecuali satu golongan saja,”Siapa mereka itu. Wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab, “ Mereka adalah yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku.”

Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadis yamg berkaitan dengan masalah faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajian ilmu kalam, mempunyai sanad yang banyak. Dianatara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari beberapa sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darda, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah hadis yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa golongan. Diantara itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan yang lainnya sesat.
Keberadaan hadis yang berkaitan dengan perpecahan umat seperti tersebut diatas, pada dasarnya merupakan prediksi Nabi dengan melihat yang tersimpan dalam hati para sahabatnya. Oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa hadis-hadis seperti itu lebih dimaksudkan sebagai peringatan bagi para sahabat dan umat Nabi tentang bahayanya perpecahan dan pentingnya persatuan.

3. Pemikiran Manusia
Pemikiran manusia dalam hal ini, baik berupa pemikiran umat islam sendiri ataupun pemikiran yang berasal dari luer umat islam.
Sebelum filsafat Yunani masuk dan berkembang di dunia Islam, umat Islam sendiri telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, terutama yang belum jelas maksudnya (al-mutayabihat).
Dengan demikian seorang muslim telah melakukan suatu kajian objek tertentu dengan rasionya., hal itu secara teoritis bukan karena adanya pengaruh dari pihak luar saja, tetapi karena adanya perintah langsung Al-Qur’an sendiri.

4. Insting
Secara instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan bahwa animisme- anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati merupakan asal-usul kepercayaan adanya tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadapa nenek moyang sebagai asal-usul kepercayaan dan ibadah tertua terhadap tuhan yang Maha Esa, lebih dilatarbelakangi oleh adanya pengalamn setiap manusia yang suka mengalami mimpi.
Di dalam mimpi, seseorang dapat bertemu, bercakap-cakap, bercengkrama, dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di tempat semula. Kondisi ini telah membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh lain, yang pada masanya roh itu akan segera kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda langit atau ala lainnya.
Abbas Mahmoud Al-Akkad, pada bagian lain, mengatakan bahwa sejak pemikiran pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang, di wilayah-wilayah tertentu pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang secara veragam. Di Mesir, masyarakatnya memuja Totemisme. Mereka menganggap suci terhadap burung elang , burung nasr, ibn awa(semacam anjing hutan), buaya dll. Anggapan itu lalu berkembang menjadi pemujaan terhadap matahari. Dari sini berkembang lagi menjadi percaya adanya keabadian dan balasan bagi amal perbuatan yang baik.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya tuhan, secara instingtif, telah berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L.Resee mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan istilah theologia muncul dari sebuah mitos . selanjutnya, teologi itu berkembang menjadi teologi alam dan teologi wahyu.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa secara historis, ilmu kalam bersumber pada Al-Qur’an, hadis, pemikiran manusia, dan insting. Ilmu kalam adalah sebuah ilmu yang mempunyai objek tersendiri, tersistematisasikan, dan mempunyai metodeloginya sendiri. Dikatakan oleh Musthafa Abd Ar-Raziq bahwa ilmu ini bermula di tangan pemikir Mu’tazilah, Abu Hasyim, dan kawannya Imam Al- Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah. Adapun orang yang pertama membentangkan pemikiran kalam secara baik dengan logikanya adalah Imam Al-Asy’ari, tokoh ahli sunnah wal jama’ah, melalui tulisan-tulisannya yang terkenal, yaitu Al-Maqalat, dan Al-Ibanah An Ushul Ad-Diyanah.

C. Objek Pembahasan Ilmu Kalam
Ada 5 objek pembahasan dalam ilmu kalam, yakni :
1. Masalah pengetahuan (al-ma’rifah) dengan cara memperolehnya, pembahasan ini bertujuan untuk mengukuhkan keyakinan informative khususnya yang dibawa dari Rasulullah.
2. Masalah kebaharuan alam (huduts al-alam) yang bertujuan untuk membuktikan wujud zat yang maha pencipta.
3. Masalah keesaan Allah.
4. Masalah kalam Allah.
5. Masalah kenabian yang bertujuan untuk mengukuhkan keyakinan pada kenabian Nabi SAW.


D. Sejarah Kemunculan Persoalan-Persoalan Ilmu Kalam
1. Sejarah kemunculan ilmu kalam
Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan-persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan tersebut mengkristal menjadi perang siffin yang berakhir dengn keputusan tahkim. Sikap Ali menerima tipu muslihat Amr bin Al ash, utusan dari pihak muawiyah dalam tahkim. Kelompok yang awalnya berada dengan Ali menolak keputusan tahkim tersebut mereka menganggap Ali telah berbuat salah atas keputusan tersebut sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam sejarah Islam mereka terkenal dengan nama Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri. Diluar pasukan yang membela Ali, ada pula yang sebagian besar tetap mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok syiah. Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam.3
Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam, yaitu :
a. Aliran khawarij
b. Aliran murji’ah
c.Aliran mu’tazilah
Dalam islam, timbul pula 2aliran yang terkenal dengan nama Qadariyyah dan Jabariyyah. Menurut Qadariyyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariyyah, berpendapat sebaliknya bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional mendapat tantangan keras dari golongan tradisional islam, terutama golongan Hanbali, yaitu pengikut-pengikut mazhab Ibn Hanbal, mereka yang menantang ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (935M), disamping aliran Asy’ari, timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang aliran Mu’tazilah. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi. Aliran ini kemudian terkenal dengan nama teologi Al-Maturidiyah.
Aliran-aliran Khawarij, murji’ah, dan mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai ini sekarang adalah aliran Asy’ariah dan Maturidiyah yang keduanya disebut Ahlussunnah wal-jama’ah.

2. Sejarah timbulnya ilmu kalam (kontak kebudayaan Yunani dan Arab)
Secara detail kita dapat mengungkapkan faktoe-fektor munculnya ilmu kalam yaitu:
1. Faktor internal
Faktor internal yaitu yang berasal dari umat islam itu sendiri, yang dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an mendorong manusia untuk mempunyai ilmu pengetahuan, melakukan penelitian mengenai fenomena alam, juga mengangkat kedudukan orang berilmu.
b. Politik
Peristiwa politik berawal dari fitnah kubra setelah terbunuhnya Utsman bin Affan yang melahirkan konflik politik yang merembet kedalam persoalan akidah. Hal ini dikarenakan masing-masing pihak menjustifikasi kelompoknya denganargumentasi teologis. Ini dapat dibuktikan dalam kasus pengkafiran khawarij kepada Ali bin Abi Thalib r.a dan Mu’awiyah akibat kasus politik yang menyangkut isu tahkim (pengambilan keputusan) yang keduanya dikatakan oleh khawarij tidak berhukum kepada Allah SWT melainkan kepada manusia.
2. Faktor eksternal
Faktor-faktor eksternal ini ada karena adanya pengaruh futuhat (penaklukan) yang dilakukan oleh kaum muslimin terhadap wilayah romawi, persia dan india yang merupakan tempat lahir dan berkembangnya filsafat serta agama non islam antara lain seperti : maijusi, yahudi, nasrani, sabilah, dsb. Juga karena faktor penerjemahan filsafat kedalam bahasa Arab.


--------------***---------------
Mau mencari Penghasilan Uang lewat ONLINE :

1 comment:

  1. ada yang kurang, sumbernya dari mana. Sekedar masukan :)


    berkaspengetahuan.blogspot.com

    ReplyDelete