PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketika
pasukan salib dari Eropa menguasai Palestina, kehidupan di Palestina berubah seratus delapan puluh
derajat. Saat itulah, kehidupan masyarakat Yerussalem dan Palestina yang
toleran, damai, sejahtera, dan adil, yang telah berlangsung semenjak masa
pemerintahan khalifah ‘Umar, berakhir dengan tragis. Pada 15 Juli 1099 M (23
Sya’ban 429 H), pasukan besar tentara salib tiba di Yerusalem. Saat itu
Yerusalem berada di bawah kepemimpinan Iftikhar ad-Daulah, seseorang yang ditunjuk
Dinasti Fathimiyyah di Mesir. Kota ini jatuh ke tangan pasukan Salib pada 15
Juli 1099 M, setelah dikepung selama hampir lima minggu.
Setelah itu, tanpa segan tentara salib melakukan pembantaian. Pedang,
tombak, dan panah berlumuran darah. Mereka mambantai lebih dari 70 ribu muslim
di areal Masjid al-Aqsa, termasuk para pemimpin, cendekiawan muslim, dan
orang-orang yang sedang beribadah. Kaum Yahudi yang sedang beribadah di sinagog
pun dibunuh, dianiaya, dan disiksa. Para pendeta Kristen tanpa malu merampas
dan menjarah harta, sedangkan jalanan bersimbah darah. Setelah tidak ada lagi
yang bisa mereka bunuh, mereka melakukan prosesi di Anastasis, menyanyikan
himne dengan suka cita.
Lane-Poole juga menuliskan kekejaman dan tindak-tanduk tentara salib ketika
berhasil manaklukan Yerusalem untuk pertama kali pada 1099 M. Menurutnya
tercatat dalam sejarah bahwa kelika Godfrey dan Tancred menunggang kuda di
jalan-jalan Yerusalem, jalan itu dipenuhi mayat; orang Islam yang tidak
bersenjata disiksa, dibakar, dipanah dari jarak dekat di atas bumbung dan
menara rumah ibadat.
Seorang pakar sejarah Eropa menuliskan, “Ketika menaklukan Palestina,
kaum salib melakukan kesalahan-kesalahan yang amat besar, yang menunjukkan
kesempitan hati beragama yang belum ada dalam sejarah, sehingga ahli-ahli
sejarah Perang Salib sendiri terpaksa mengakuinya. Mereka memaksa orang Islam
menjatuhkan diri dari puncak rumah atau benteng, dibakar hidup-hidup, disuruh
keluar dari tempat persembunyian, lalu ditarik-tarik di jalan raya sampai gugur
dan mayat mereka ditimbun.”
PEMBAHASAN
A. Perang Salib (489-692 H/1095-1292 M)
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi
umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai
abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum
Muslim dan mendirikan gereja juga mendirikan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan
Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan
memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka. Pada 27 November
1095 M, Paus Urbanus II (1088-1099 M) memutuskan untuk mengadakan ekspedisi
besar-besaran ke wilayah Muslim. Disusul pada 1096 M, Takhta Suci Roma secara
resmi mengumumkan perang melawan kaum Muslim. Paus juga mengirim surat ke semua
raja di seluruh Eropa untuk ikut berperang. Mereka diiming-imingi kekayaan atau
emas (gold), kejayaan (glory), dan tanah Palestina. Juga dijanjikan surga
(gospel) bagi para ksatria yang mau berperang atau mati dalam peperangan,
sebagaimana yang mereka yakini dalam kitab mereka.
B. Sebab-Sebab Terjadinya Perang Salib
Sebab-sebab terjadinya perang salib dapat terbagi dua, yaitu :sebab
internal dan sebab eksternal:
1. Internal
Maksudnya adalah sebab yang berasal dari umat Islam sendiri,
karena kondisi kekuasaan Islam (Dinasti Saljuk di Asia Kecil) pada waktu itu sedang
melemah karena mengalami perpecahan dan berusaha melepaskan diri dari pusat konflik
dan peperangan diantara keluarga melemahkan mereka sendiri. Disamping itu
Dinasti Fathimiyah di Mesir juga dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan
Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya
pertentangan segitiga antara Khalifah Fathimiyah di mesir, Khalifah Abbasiyah di
Baghdad, dan amir Umayyah di Cordova yang memproklamasikan dirinya sebagai
khalifah. Situasi yang demikian mendorong para penguasa Kristen di Eropa untuk
merebut satu persatu daerah kekuasaan islam, seperti dinasti kecil di Edessa
dan Baitul Maqdis.
2. Eksternal
Sedangkan sebab-sebab Eksternal adalah sebab yang berasal dari luar umat
Islam, terutama permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat
Islam untuk mengembalikan kekuasaanya dari pendudukan umat Islam.
Menurut Drs. Samsul Munir Amin dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam.
Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya perang salib. Adapun yang menjadi
faktor utama yang menyebabkan terjadinya perang salib ada tiga hal, yaitu
Agama, Politik, dan Sosial Ekonomi.
a. Faktor Agama
Sejak dinasti saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyyah
pada tahun 1070 M, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke
sana karena penguasa Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap
mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan
mereka yang pulang berziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek
dari orang Saljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa
Dinasti Saljuk sangat berbeda dari para penguasa Islam lainnya yang pernah
menguasai kawasan itu sebelumnya.
b. Faktor Politik
Kekalahan Bizantium sejak 330 H disebut Konstantinopel (Istambul) di
Manzikart, wilayah Armenia, pada 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah
kekuasaan Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comnenus (Kaisar
Konstantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099) yang
menjadi Paus antara tahun 1088-1099 M, dalam usahanya untuk mengembalikan
kekuasaannya di daerah pendudukan Dinasti Saljuk. Paus Urbanus II bersedia
membantu Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk dibawah
kekuasaan Paus di Roma dan harapan untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan
Roma. Pada waktu itu Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar
terhadap raja yang berada dibawah kekuasaannya. Ia dapat menjatuhkan sanksi
kepada raja yang membangkang terhadap perintah Paus dengan mencopot pengakuannya
sebagai raja.
Maka pada tanggal 26 November 1095 M, Paus Urbanus II menyampaikan
pidatonya yang menggebu-gebu dihadapan ribuan kaum Kristiani. Isi pidato yang
disampaikan oleh Paus Urbanus II menyulut Perang Salib ini terjadi di Clermont,
bagian Tenggara Perancis dan memerintahkan orang-orang Kristen agar memasuki
lingkungan Makam Suci, untuk merebutnya dari orang-orang jahat serta
menyerahkannya kembali kepada mereka.
c. Faktor Sosial Ekonomi
Para pedagang besar yang berada dipantai Timur Laut Tengah, terutama
yang berada di kota Venesia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai
sejumlah kota dagang di sepanjang Pantai Timur dan Selatan Laut Tengah untuk
memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian
dana perang salib dengan maksud menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat
perdagangan mereka apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu
dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute perdagangan di
Timur melalui jalur strategis tersebut.
Disamping itu stratifikasi sosial masyarakat Eropa pada saat itu terdiri
dari 3 kelompok yaitu: kaum gereja, kaum bangsawan dan kaum ksatria, serta kaum
rakyat jalata. Eropa juga memberlakukan diskriminasi terhadap rakyat jelata,
pada saat itu di Eropa yang memberlakukan hukum waris yang menetapkan bahwa
hanya anak tertua yang berhak menerima harta warisan. Jika anak tertua
meninggal, harta waris diserahkan ke pihak gereja, hal ini menyebabkan populasi
orang miskin semakin meningkat. Akibatnya, kaum jelata yang mayoritas itu
beramai-ramai mengikuti mobilisasi yang diserukan oleh pihak gereja dengan
tujuan untuk mendapatkan perbaikan kehidupan ekonomi.
3. Situasi Timur Tengah dan Eropa pada saat Perang Salib
a. Situasi Timur Tengah
Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur
adalah ketika pada tahun 1009 M, khalifah Bani Fathimiyyah, Al-Hakim bi-Amr
memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy
Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun
gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat
itu lagi. Akan tetapi, banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman
kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para
peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan
Perang Salib pada akhir abad itu.
b. Situasi Eropa
Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa
Barat sebelumnya pada abad pertengahan, selain itu juga menurunnya
pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru
serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad
Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah
peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas
petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu
sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan
kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei.
Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu
mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk
memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya
adalah saat terjadi Reconquita di Spanyol dan Portugal, dimana pada
saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat
di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya berhasil
menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia dalam kurun
waktu 2 abad dan menguasainya selama kurang lebih 7 abad.
Pada tahun 1063 M, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi
kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim. Paus memberikan baik
restu kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam
pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang
sedang terancam oleh ekspansi kaum Muslim Saljuk, menjadi perhatian semua orang
di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074 M, dari Kaisar Michael VII kepada
Paus Gregorious VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I
Comnenus kepada Paus Urbanus II.
Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens
yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib,
sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau
wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal ini
sebagian adalah karena adanya Kontroversi Pentahbisan, yang berlangsung mulai
tahun 1075 M dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama. Karena kedua
belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Pentahbisan berusaha untuk
menarik pendapat publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam
pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat
Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini
kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk Keadilan
untuk mengambil kembali Tanah Suci yang termasuk Yerusalem (dimana
kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran
Kristen) dan Antiokhia (kota Kristen yang pertama) dari orang Muslim.
Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi
dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara
menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan
hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan
dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali,
mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi,
kontroversi yang terjadi adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang
berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur
ketika bertempur untuk Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlaku. Teori ini
mendekati kepada apa yang diucapkan oleh Paus Urbanus II dalam
pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil merebut
Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan
“penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke
Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang
Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika
melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan
dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada
abad ke-12.
4. Kejadian-Kejadian di Periode Perang Salib
a. Periode Pertama (1096-1099 M)
Seperti telah banyak diceritakan bahwa Imperium Byzantium mengalami
kekalahan yang telak dari orang turki saljuk di Manzikert pada tahun 1071 M.
Dan didalam synod of Piacenza pada tahun 1905 M disampaikan permohonan kaisar
alexius Comneus kepada Paus Urbanus, selanjutnya Paus Urbanus II didalam sinodi
berikutnya, yakni synod of Clermont, menyampaikan seruan kepada seluruh umat
Kristen di eropa dan seluruh para pangeran (princes) untuk mengangkat senjata
bagi membebaskan tanah suci Jarusalem dari kekuasaan pihak Islam. Kumandang
pidato paus itu menggema diseluruh Eropa, di segala Negara Kristen. Setelah
seruan atau pidato Paus Urbanus II, bantuan militer kepada Bizantium bukanlah
lagi hanya sebatas bantuan militer tetapi menimbulkan prinsip baru bagi pasukannya,
yaitu perang antar agama. Dari sinilah bermula suatu penyerbuan barat Kristen
ke Dunia Islam yang berjalan selama 200 tahun mulai 1095-1293 M dengan 8 kali
penyerbuan.
![]() |
Peta sebagian wilayah yang pernah menjadi kekuasaan kaum Salib |
Dalam perang salib pertama ini ada yang disebut gerakan Rahib Peter
dimana perang suci itu makin berkobar kobar yang disebabkan oleh
khotbah-khotbah dari seorang Rahib yang bernama Peter the Hermit yakni Peter si
Petapa. Ditambah lagi Paus Urbanus II mengumumkan ampunan seluruh dosa bagi
yang bersedia bersukarela untuk perang suci itu. Paus Urbanus II di dalam
Council of Clermont tahun 1095 M itu telah menetapkan tanggal 15 agustus 1095 M
sebagai tanggal keberangkatan pasukan salib. Rombongan dari wilayah Lorraine
dan France datang berbondong-bondong mendesak sang Rahib Peter untuk memimpin
mereka guna membebaskan Jerussalem. Pada peristiwa itu pada musim semi tahun
1095 M rombongan itu berjumlah 60.000 orang, dan sang rahib pun tidak bisa
menahan desakan rombongan itu, ia pun lantas bertindak sebagai panglima pasukan
walaupun tidak punya keahlian berperang.
Rombongan besar itupun ternyata segera disusul oleh rombongan rahib Godescal
yang terdiri dari 20.000 petani dari desa-desa jerman, ternyata datang lagi
rombongan yang jauh lebih besar terdiri atas 200.000 petani lelaki-perempuan
hingga hampir mengosongkan desa diseluruh eropa, didalam rombongan itu termasuk
3.000 pasukan berkuda dibawah pimpinan bangsawan (Counts and Gentleman), dengan
begitu jumlahnya mendekati 300.000 orang pada tahun 1096 M, tibalah rombongan
pertama di Constantinopel dan disusul oleh rombongan-rombongan berikutnya,
Kaisar Alexius Comneus terpukau melihat pasukan yang harus ia tampung itu.
Dalam Council of Piacentia, para duta besarnya Cuma mengajukan permohonan
bantuan militer sebanyak lebih kurang 10.000 tenaga tempur saja, tetapi kini
harus menampung 300.000 orang.
Pada permulaan peperangan, orang-orang Kristen Eropa bertujuan dan
bermaksud merebut Palestina. Selanjutnya meraka menduduki daerah sekitarnya
sehingga dapat mendirikan 4 kerajaan di timur tengah ialah kerajan Baitul Maqdis
di Antiochia, di Tripolisia, dan di Edessa. Ketika tentara salib menduduki
palestina terjadilah pembunuhan masal dan penyembelihan secara besar-besaran,
kepala, kaki dan tangan manusia yang mati dibunuh berserakan disepanjang jalan
di kota suci itu.
Demikian kejahatan-kejahatan yang merupakan fakta sejarah yang tidak
dapat dibantah. Dengan perasaan cemas dan ketakutan kaum muslimin memandang
drama sejarah yang sangat mengerikan. Bertahun-tahun lamanya mereka menunggu
saatnya untuk membalas. Barulah pada tahun 1127 M muncul seorang pahlawan Islam
termasyhur bernama Imanuddin Zanki, gubernur dari Mosul, yang dapat mengalahkan
tentara salib di kota Aleppo dan Hummah.
b. Periode Kedua (1147-1149 M)
Angkatan salib kedua cuma berlangsung dua tahun saja. Ditengah-tengah
kemunduran umat Islam dan kemenangan pasukan salib itu lahirlah seorang
pemimpin Islam yang bekerja keras dalam melawan pasukan salib, yaitu Imanuddin
Zanki, penguasa di Mousul dan Irak pada tahun 1127 M. Imanuddin dapat berkuasa
di Aleppo dan berapa kota lainnya di Syam, dan Edessa dapat is rebut dari
pasukan salib pada tahun 1144 M.
Angkatan perang salib II dipimpin oleh raja Louis VII (1137-1180 M) dari
Prancis dan raja Conrad III dari Jerman. Imanuddin wafat pada tahun 1146 M dan
meninggalkan dua orang putra Nurdin dan Saifudin yang melanjutkan perjuangan
ayahnya.
Pertempuran antara pasukan islam melawan tentara salib terjadi di
Almuzzah dan pasukan salib dapat dikalahkan oleh pasukan Nurdin dan Saifudin
anak dari Imanuddin Zanki. Jadi dalam perang salib II ini berada dipihak kaum
muslimin. hasil dari perang ini ialah persatuan umat islam semakin kokoh, prestise
dan gengsi urnat islam naik di mata Nasrani Eropa, dan kehadiran penziarah Eropa
ke Baitul Magdis mengecil.
c. Periode ketiga (1189-1192)
1. Pertempuran Ali mesir
Setelah berhasil mengusir tentara salib dari Damaskus, Nurdin kini
menghadapi soal Mesir yang diperintah oleh khalifah Al Adhid dari daulah Fathimiyyah,
dibawah pengaruh tentara salib. Kedua wazir Al Adhid yaitu Syawir dan Dargam
saling berselisih. Untuk memenangkan persaingan dan perselisihan itu Syawir
memperoleh bantuan dari Nurdin, dengan mengecam pasukannya yang kuat dibawah
panglima Assasuddin Syarkuh. Sementara itu Dargam memperoleh bantuan dari raja
salibiyah di Baitul Maqdis, Almaric (1163-1174 M). Dalam pertempuran itu Dargam
terbunuh dan Mesir berada di pihak Syawir.
Namun Syawir berkhianat atas perintah Nurdin. Syarkuh datang ke Mesir untuk
memerangi kaum Salib disana (1167 M). pertempuran terjadi di Babaini (pantai
barat sungai Nil) dan tentara salib kalah. Syarkuh untuk kedua kalinya diutus
oleh Nurdin untuk menyelesaikan misinya. dalam misinya yang kedua ini syarkuh
sukses dengan gemilang. Syawir yang bersifat munafik dan pengecut itu mati
terbunuh. Syarkuh menjadi wazir dan meninggal setelah memimpin mesir selama dua
bulan setelah itu kedudukannya digantikan oleh Shalahudin.
2. Shalahuddin
Pada awal pemerintahan Shalahuddin Al Adhid wafat dan dua tahun kemudian
Nurdin mangkat pula. Pewaris Nurdin saling berebut pusaka kekuasaan. maka
Shalahuddin menyatakan diri sebagai penguasa Mesir dengan gelar "Shultan
AI Malik An Nashiar Shalahuddin AI Ayyubi atas restu khalifah Abbasiyah. Pada
tahun 1181 M Shalahuddin sampai di Allepo dan Mousul. Kedua kota itu dapat dikuasai
setelah wafatnya Malik As Sholeh bin Nurdin. Pertempuran antara kaum muslimin
dengan tentara salib setelah perang salib kedua hanyalah pertempuran kecil dan
berakhir dengan perdamaian antra kedua belah pihak, tetapi perdamaian itu
dilanggar oleh pihak salib.
Oleh sebab itu pada bulan Juli 1187 M Shalahuddin melancarkan perang
dengan hebatnya di Hittin. Dalam peperangan ini 10.000 pasukan salib tewas dan
berturut-turut beberapa kota jatuh ketangan Shalahuddin: Yafa, Birut, dan Parda
bulan oktober 1187 M Baitul Maqdis kembali ke pangkuan kaum muslimin.
3. Perang salib III
Kekalahan kaum salib di Hittin dan jatuhnya Baitul Maqdis ke tangan kaum
muslimin membangkitkan semangat para raja dan bangsawan eropa untuk menyusun
kekuatan besar yang tersusun rapi dan berencana, lengkap dengan segala
persiapannya.
Pimpinan mereka adalah:
a. Frederick Barbosa, raja Jerman.
b. Philip Augustus, raja Prancis.
c. Rhicard The Lion Heart, raja inggris.
Pada November 1192 M terjadilah perjanjian perdamaian yang isinya:
1. Baitul Maqdis tetap di tangan kaum muslimin tetapi umat Nasrani
diberikan kebebasan menziarahinya.
2. Pantai Syam Bari Qur (Shur) sampai Yaffa berada dalam kekuasaan
Salibiyah.
3. Pertentangan agama harus dilenyapkan dan tanda-tanda salib yang dirampas
harus dikembalikan.
4. Pasukan Islam yang ditawan harus dibebaskan dengan mernbayar 200.000
uang mas sebagai tebusan.
Setelah itu Rhicard kembali ke negerinya dan beberapa bulan kemudian
Shalahuddin wafat (19 Februari 1193 M )
d. Periode keempat (1202-1204 M)
Setelah kegagalan Perang Salib Ketiga (1189-1192), Yerusalem kini telah
dikendalikan oleh dinasti Ayyubiyah, yang memerintah seluruh Syria dan Mesir,
kecuali untuk beberapa kota di sepanjang pantai masih dikuasai oleh tentara
salib Kerajaan Yerusalem, sekarang berpusat di Acre. Perang Salib Ketiga juga
telah mendirikan sebuah kerajaan di Sirprus.
Paus Innosensius III berhasil menjadi Paus pada 1198, dan penyerbuan
perang salib baru menjadi tujuan dari kepausannya. Mayoritas pasukan perang
salib, yang berangkat dari Venesia pada Oktober 1202 berasal dari daerah-daerah
di Perancis. Beberapa daerah lain di Eropa dikirim juga, seperti Flanders dan
Montferrat. Kelompok terkenal lainnya berasal dari Kekaisaran Romawi Suci,
termasuk orang-orang di bawah Uskup Martin dari Pairis and Uskup Conrad dari
Halberstadt, bersama-sama dalam persekutuan dengan tentara dan pelaut Venesia yang
dipimpin oleh Enrico Dandolo doge. Perjanjian ini diratifikasi oleh Paus
Innosensius, dengan larangan penyerangan terhadap negara-negara Kristen.
e. Periode kelima (1214-1221 M)
Setelah Shalahuddin wafat wilayah kerajaannya terbagi atas tiga wilayah
dan Mesir sebagai pusat pemerintahannya. Tentara salib memiliki beberapa hasrat
untuk menyerang Mesir dengan alasan.
a. Mesir lebih strategis secara politis daripada Baitul Maqdis.
b. Kerajaan bani Ayyub setelah wafatnya Shalahuddin menjadi lemah dan
berpecah belah.
Untuk itu disusunlah angkatan perang salib V dibawah pimpinan Jean De
Brunne. ditengah-tengah berkecamuknya peperangan tentara islam menjebol salah
satu tanggul sungai Nil sehingga membanjir dan menggenangi tentara salib.
tentara salib merasa ketakutan dan meminta damai kepada pasukan Islam. setelah
itu pulanglah mereka ke negerinya.
f. Periode keenam (1228 - 1229 M)
Frederick II sebagai raja Jerman dan raja Italia lama berjanji kepada
paus Innocent III untuk melakukan perang salib, namun tidak direstui oleh paus,
akan tetapi ia tetap melaksanakan niatnya dan pada tahun 1228 M ia berangkat
bersama 500 pasukan dan ia sendiri memakai gelar raja Baitul Maqdis.
Sebagai politikus ia tidak memulai dengan peperangan melainkan dengan
perjanjian. yang isinya:
1. Selama 10 tahun, Baitul Maqdis diserahkan kepada Frederick dan hak umat
Islam disana tetap dilindungi.
2. Frederick bersedia membantu Al Kamil bila terjadi penyerangan dari luar
maupun dari dalam.
3. Frederick tidak akan memberi bantuan kepada kaum Salibiyah di Syam.
Perjanjian itu disepakati dan ia menjadi raja Baitul Maqdis. namun sial
ia dimusuhi rakyat Nasrani disana sehingga ia meninggalkan Baitul Maqdis.
Baitul Maqdis tetap ditangan umat nasranai selama 14 tahun. baru pada
masa Al Malik as Shaleh Najmuddin Ayyub, baitul Maqdis kembali kepangkuan umat
muslirn (1244 M) selain itu as shaleh dapat menguasai Damaskus dan Aqsallan.
g. Periode ketujuh (1248-1254 M)
Louis IX seorang raja terkenal taat beragama. Setelah mendengar Baitul
Maqdis jatuh kembali ketangan umat Islam, Louis menggerakkan orang-orang
Prancis untuk membebaskan kembali Baitul Maqdis dari umat islam.
Dibawah pimpinan Tauran syah, Pertahanan pasukan Islam diperkuat
sehingga dapat mendesak tentara salib. Dimyat dikuasai kembali oleh pasukan
islam, tentara salib tewas 30.000 orang dan Louis IX menjadi tawanan perang.
Louis IX Baru dibebaskan setelah ia membayar uang tebusan yang amat mahal.
h. Periode kedelapan (1270-1291 M)
Angkatan perang salib VIII ini digerakkan oleh Louis X adik dari Louis
IX. Latar belakangnya adalah rasa sakit hati mendengar kakaknya tertawan musuh,
sedangkan pasukan tewas porak-poranda.
Louis X berangkat ke Mesir melalui Tunisia. di tunisia ia ditimpa
penyakit tha'un sampai meninggal. Maka hasrat untuk menebus malu tidak
berhasil. Sejak itu habislah harapan kaum Salibiyah menguasai Baitul Maqdis.
Pada saat itu islam juga dihadapkan masalah besar. Pengusiran umat islam
dari Andalusia (Spanyol dan Portugis) dan hancurnya kota Bhagdhad akibat
serangan tentara Mongol.
5. Akibat Perang Salib
a. Terhadap Dunia Kristen
Walaupun pihak Kristen menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun
mereka memperoleh pelajaran yang berharga dari dunia Islam. Hal ini disebabkan
perkenalan mereka dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju, bahkan
hal tersebut menjadi salah satu faktor pendukung lahirnya renaissance di Barat.
Mereka mendapatkan kebudayaan dalam bidang perdagangan, perindustrian,
pertanian, pertahanan, pendidikan dan lain-lain.
Kontak perdagangan antara Timur dan barat semakin pesat di mana
kota-kota dagang seperti Venezia, Genoa dan Pisa di Italia berkembang pesat dan
memperoleh banyak keuntungan dalam perdagangannya dengan Timur. Hal ini pula
yang menyebabkan mereka menggunakan mata
uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya mereka menggunakan sistem barter.
Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus
peralatannya di dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain ke
Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan dan getah Arab
yang dapat mengharumkan ruangan.
Dalam bidang pertanian, mereka menemukan sistem irigasi yang praktis.
Orang-orang Barat mulai menggunakan cengkeh, lada serta rempah-rempah untuk
digunakan sebagai bumbu masakan. Mereka mulai membiasakan makan jahe dan
menggunakan madu sebagai pemanis makanan.
Dalam bidang pertahanan (militer), mereka menemukan tehnik berperang yang belum pernah mereka
temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan rebana dan gendang untuk
memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang, pertarungan senjata
dengan menggunakan kuda dan penggunaan burung merpati untuk kepentingan
informasi militer.
Bangsa Barat (Eropa) mulai sadar
terhadap kemajuan yang dicapai dunia Timur, terutama dalam bidang ilmu
pengetahuan, sehingga mereka berdatangan ke Timur untuk belajar dan menggali
ilmu, kemudian diajarkan di negara mereka. Orang Eropa banyak memanfaatkan ilmu
pengetahuan dari bangsa Arab. Mereka menyalin ke dalam bahasanya (Yunani).
Upaya tersebut dilanjutkan dengan mendirikan Universitas di Paris untuk
mempelajari bahasa Timur pada abad XII M. Begitu pula, mendorong mereka dalam
memajukan Ilmu Bumi.
Di sisi lain, hasil dari Perang Salib bagi orang Barat adalah
menemuan kompas. Orang-orang Islamlah yang sudah sejak lama menggunakan
kompas untuk keperluan pelayaran di Teluk Persia dalam rangka kegitan
perdagangan. Demikian pula, ilmu Astronomi yang telah dikembangkan Islam sejak
abad kesembilan M., telah pula mempengaruhi lahirnya berbagai Observatorium di
Barat.
b. Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam
Pengaruh Perang Salib terhadap Islam, adalah lebih memantapkan dan
mengokohkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan umat dalam membela dan mempertahankan eksistensi
agama Islam. Pengaruhnya yang lain adalah memperkenalkan dunia Islam yang
mempunyai kebudayaaan tinggi kepada dunia Barat.
Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi
pengebangan kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan
kebudayaan. Peradaban Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan
demikian, Perang Salib itu telah mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya
pada bidang material, tetapi pada bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya
masa Renaisance. Hal tersebut dapat dipahami dari kemenangan tentara Salib pada
beberapa episode, yang merupakan stasiun ekspedisi yang bermacam-macam dan
memungkinkan untuk memindahkan khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat
pada abad pertengahan.
Tidak hanya itu, Perang Salib telah menghabiskan aset kekayaan bangsa
dan mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat
menjadi korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh
pasukan salib selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak
struktur masyarakat yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan
umat Islam dari umat lain.
Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan
militer Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan
Salib, tetapi juga pada masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung
Balkan (abad ke-14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga
hanya Spanyol dan pesisir Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan
Kristen.
PENUTUP
Kesimpulan
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang
merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara
Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan. Perang Salib berpengaruh sangat luas
terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan
masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara
kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa
ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan
semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota
Byzantium, Konstantinopel kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat
itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa
restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang
memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib
dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara
kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan
persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara
kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang
Salib Kelima.
0 komentar:
Post a Comment