Saturday, November 28, 2015

PRODUKSI DALAM ISLAM

Pengertian Produksi dalam Islam

1. Produksi

Merupakan sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Menurut Dr. Muhammad Rawwas Qalahji kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-Intaj yang secara harfiah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).

Produksi menurut Kahf mendefenisikan kegiatan produksi dalam prespektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu kebahagian di dunia dan akhirat.

Dari dua pengertian di atas produksi adalah setiap bentuk aktivitas yang dilakukan mansia dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan Allah Swt untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang selain menjadi suatu proses produksi juga dimaksudkan untuk mencapai maslahah bukan hanya menciptakan materi.

Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam. Dalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang perilaku produsen  dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan  efisiensi produksinya. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi  dalam batas-batas tertentu  termasuk.  pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak mutlak.

2. Prinsip-prinsip Produksi dalam Islam

Beberapa prinsip yang diperhatikan dalam prduksi, antara lain dikemukakan Muhammad al-Mubarak, sebagai berikut:
  • Dilarang memproduksi dan memperdagangkan Komoditas yang tercela karena bertentangan dengan syariah. Di larang melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kedzaliman.
  • Larangan melakukan ikhtikar (penimbunan barang).
  • Memelihara lingkungan

Di bawah ini ada beberapa implikasi mendasar  bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain :

Seluruh kegiatan produksi  terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islam.
Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakata.
Permasalahan ekonomi  muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks.

3. Ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang Prinsip Produksi

Salah satu ayat tentang produksi yaitu Ayat yang berkaitan dengan faktor produksi Tanah yaitu:

surah as-sajdah 32

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?”{Q.S. As-Sajdah(32):27}

Ayat diatas menjelaskan tentang tanah yang  berfungsi sebagai penyerap air hujan dan akhirnya tumbuh tanaman-tanaman yang terdiri dari beragam jenis. Tanaman itu dapat dimanfaatkan manusia sebagai faktor produksi alam, dari tanaman tersebut juga dikonsumsi oleh hewan ternak  yang pada akhirnya juga hewan ternak tersebut diambil manfaatnya (diproduksi) dengan berbgai bentuk seperti diambil dagingnya, susunya dan lain sebagaiya yang ada pada hewan ternak tersebut.

Ayat ini juga memberikan kepada kita untuk berfikir dalam pemanfaatan sumber daya alam  dan proses terjadinya hujan. Jelas sekali menunjukkan adanya suatu siklus produksi dari proses turunnya hujan, tumbuh tanaman, menghasilkan dedunan dan buah-buahan yang segar setelah di disiram dengan air hujan dan pada akhirnya diakan oleh manusia dan hewan untuk konsumsi. Siklus rantai makanan yang berkesinambungan agaknya telah dijelskan secara baik dalam ayat ini. Tentunya puila harus disertai dengan prinsip efisiensi dalam memanfaatkan seluruh batas kemungkinan produksinya. Sedangkan di dalam hadist, salah satunya sebagai berikut:

HR Bukhari, Nabi mengatakan, “Seseorang yang mempunyai sebidang tanah harus menggarap tanahnya sendiri, dan jangan membiarkannya. Jika tidak digarap, dia harus memberikannya kepada orang lain untuk mengerjakan. Tetapi bila kedua-duanya tidak dia lakukan tidak digarap, tidak pula diberikan kepada orang lain untuk mengerjakannya maka hendaknya dipelihara/dijaga sendiri. Namun kami tidak menyukai hal ini."

Hadits tersebut memberikan penjelasan tentang pemanfaatkan faktor produkdi berupa tanah yang merupakan faktor penting dalam produksi. Tanah yang dibiarkan begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan tidak disukai oleh nabi muhammad saw karena tidak bermanfaatkan bagi sekelilingnya. Hendaklah tanah itu digarap untuk dapat ditanami tumbuhan dan tanaman yang dapat dipetik hasilnya ketika panen dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, penggarapan bisa dilakukan oleh si empunya tanah atau diserahkan kepada orang lain.

4. Tujuan Produksi

Menurut Nejatullah ash-Shiddiqi, tujuan produksi sebagai berikut:
  • Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar
  • Pemenuhan kebtuhan keluarga
  • Bekal untuk generasi mendatang
  • Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah

5. Faktor- faktor Produksi

  • Tanah dan segala potensi ekonomi di anjurkan al-Qur’an untuk di olah dan tidak dapat dipisahkan dari proses produksi.
  • Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntutan hak milik melalui produksi 
  • Modal, Manajemen dan Teknologi

6. Etika dalam Produks

Etika dalam berproduksi yaitu sebagai berikut:
  • Peringatan Allah akan kekayaan alam
  • Berproduksi dalam lingkaran yang halal
  • Etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi.
  • Etika dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam
  • Khalifah dimuka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas menghasilkan daya guna suatu barang saja melainkan Bekerja dilakukan dengan motif kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Namun secara umum etika dalam islam tentang muamalah Islam, maka tampak jelas dihadapan kita empat nilai utama, yaitu rabbaniyah, akhlak, kemanusiaan dan pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi.



A. DISTRIBUSI DALAM ISLAM

Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al-qur’an agar supaya harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan (59:7).

surah al-hasyr 7

Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. {Q.S. Al-Hasyr(59):7}


Dalam system ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national income) adalah teori yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan kemiskinan menjadi salah satu produk dari sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil Fakta empirik menunjukkan, bahwa bukan karena tidak ada makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi makanan (Ismail Yusanto). Mustafa E Nasution pun menjelaskan bahwa berbagai krisis yang melanda perekonomian dunia yang menyangkut sistem ekonomi kapitalis dewasa ini telah memperburuk tingkat kemiskinan serta pola pembagian pendapatan di dalam perekonomian negara-negara yang ada, lebih-lebih lagi keadaan perekonomian di negara-negara Islam.


1. Urgensi dan Tujuan Distribusi

Islam sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya produktif dan mendukung para pedangang yangg berjaln di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah, dan membolehkan orang memiliki modal untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha agar pertukaran barang itu berjalan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
  • Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
  • Antara dua penyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus tetap ada kebebasan ijabkabul dalam akad-akad.
  • Tetap berpengaruhnya rasa cinta dan lemah lembut
  • Jelas dan jauh dari perselisihan.

2. Tujuan Distribusi dalam Ekonomi Islam

  • Tujuan Dakwah, yakni kepada islam dan menyatakan hati kepadanya.
  • Tujuan pendidikan, pendidikan dalam distribusi adalah seperti dalam surah At-taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlak karim.
  • Tujuan Sosial, yakni memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam distribusi sehingga tidak terjadi kerusakan dan perkelahian.
  • Tujuan Ekonomi, yakni pengembangan harta dan pembersihannya, memberdayakan SDM, kesejahteraan ekonomi dan penggunaan terbaik dalam menempatkan sesuatu.
  • Tujuan Dakwah, yakni kepada islam dan menyatukan hati kepadanya.
  • Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan dalam distribusi adalah seperti dalam surah At-taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlak karim.
  • Tujuan sosial, yakni memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian.
  • Tujuan Ekonomi, yakni pengembangan harta dan pembersihannya, memberdayakan SDM, kesejahteraan ekonomi dan penggunaan terbaik dalam menempatkan sesuatu.

3. Etika Distribusi 

  • Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas
  • Transfaran, dan barangnya halal serta tidak membahayakan
  • Adil, dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang didalam islam
  • Tolong menolong, toleransi dan sedekah
  • Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi
  • Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi
  • Larangan ikhtikar, ikhtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan harga
  • Mencari keuntungkan yang wajar
  • Distribusi kekayaan yang meluas, Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh lapisan masyarakat.
  • Kesamaan Sosial, maksudnya dalam pendistribusikan tidak ada diskriminasi atau berkasta-kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.

4. Jaminan Sosial (Takaful Ijtima’)

Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara, dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Dan terdapat persamaan sepenuhnya diantara warga negara apabila kebutuhan pokoknya sudah terpenuhi.

Menurut Syekh Mahmud Syaltut, bahwa jaminan sosial adalah suatu keharusan diantara keharusan-keharusan persaudaraan, bahkan suatu yang paling utama, yaitu perasaan tanggung jawab dari yang satu terhadap yang lain, dimana setiap orang turut memikul beban saudaranya, dan dipikul bebannya oleh saudaranya, dan selanjutnya ia harus bertanggung jawab terhadap dirinya dan bertanggung jawab terhadap saudaranya.

Jaminan sosial dapat memberikan standar hidup yang layak, termasuk penyediaan pangan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya kepada setiap anggota masyarakat.

B. KONSUMSI DALAM ISLAM

1. Pengertian dan Tujuan Konsumsi dalam Islam
Salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah masalah konsumsi. Konsumsi  berperan sebagai pilar dalam kegiatan ekonomi seseorang (individu), perusahaan maupun negara. konsumsi secara umum diformulasikan dengan : ”Pemakaian dan penggunaan barang-barang dan jasa, seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kenderaan, alat-alat hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telephon, jasa konsultasi hukum, belajar/ kursus, dsb”.

Apa perbedaan prilaku konsumen muslim dengan prilaku konsumen konvensional ?

Konsumen muslim memiliki keunggulan bahwa mereka dalam memenuhi kebutuhan tidak sekedar memeunuhi kebutuhan individual( materi), tetapi juga memenuhi kebutuhan spritual. konsumen muslim ketika mendapatkan pendapatan rutinnya. Ia tidak berpikir untuk menngunakan pendapatannya untuk dirinya sendiri , tetapi  karena kesadarannya bahwa ia hidup untuk mencri ridha allah , sebagian pendapatannya dibelanjakan dijalan allah. Dalam islam  prilaku seorang konsumen muslim harus mencerminkan hubungan dirinya dengan allah  dan manusia, knsep inilah yg tidak kita temui dalam prilaku konsumen kinvensional.

Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah terlaksanaya kewajiban agama seperti shalat dan haji. Artinya, manusia makan dan minum agar bisa beribadah kepada Allah. Manusia berpakaian untuk menutup aurat agar bisa shalat, haji, bergaul sosial dan terhindar dari perbuatan mesum (nasab)

Sebagaimana disebut di atas, banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang konsumsi, di antaranya Surat al A’raf ayat 31. Ayat ini tidak saja membicarakan konsumsi makanan dan minuman, tetapi juga pakaian. Bahkan pada ayat selanjutnya (ayat 33) dibicarakan  tentang  perhiasan.

2. Prinsip-prinsip Konsumsi

Menurut Abdul Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu:
  • Prinsip Keadilan
  • Prinsip Kebersihan
  • Prinsip Kesederhanaan
  • Prinsip Kemurahan Hati
  • Prinsip Moralitas

3. Etika Konsumsi
Etika konsumsi menurut Naqvi adalah sebagai berikut: 

a. Tauhid (Unity/ Kesatuan)

Karakteristik utama dan pokok dalam Islam adalah “tauhid” yang menurut Qardhawi dibagi menjadi dua kriteria, yaitu rubaniyyah gayah (tujuan) dan wijhah (sudut pandang). 

b. Adil (Equilibrium/ Keadilan)

Khursid Ahmad mengatakan, kata ‘adl dapat diartikan seimbang (balance) dan setimbang (equlibrium). Atas sebab dasar itu ia menyebutkan konsep al-‘adl dalam prespektif Islam adalah keadilan Ilahi.

c. Free Will (Kehendak Bebas)

Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab-akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Tuhan.

d. Amanah (Responsibility/ Pertanggungjawaban)

Etika dari kehendak bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain, setelah manusia melakukan perbuatan maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian prinsip tanggung jawab merupakan suatu hubungan logis dengan adanya prinsip kehendak bebas.

e. Halal

Kehalalan adalah salah satu kendala untuk memperoleh maksimalisasi kegunaan konsumsi salam kerangka Ekonomi Islam. Kehalalan suatu barang konsumsi merupakan antisipasi dari adanya keburukan yang ditimbulkan oleh barang tersebut.

f. Sederhana

Sederhana dalam konsumen mempunyai arti jalan tengah dalam berkomunikasi. Diantara dua cara hidup yang ekstrim antara paham materilialistis dan zuhud. Ajaran al-Qur'an menegaskan bahwa dalam berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.berkomunikasi. Diantara dua cara hidup yang ekstrim antara paham materilialistis dan zuhud. Ajaran al-Qur’an menegaskan bahwa dalam berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.


--------***--------

Mau Penghasilan Uang lewat ONLINE tanpa modal:
1. Dapatkan uang dollar dengan Cryptohuge Gratis USD 100

0 komentar:

Post a Comment